DENPASAR ● Memang eksekusi merupakan penyelesaian terakhir dalam suatu permasalahan yang terjadi di masyarakat. Bertandang ke kantor Garda Media Putu Widhiarsana didampingi juru bicaranya Made Mahendra menceritakan kejanggalan Tanah sengketa SHM No. 4380 seluas 4230 m⊃2;, dan luas yang disita adalah 2838 m⊃2; berlokasi di Jl.Tukad Batanghari, Desa Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan.
Mereka menjelaskan kejanggalan yang terjadi, bahwa kepemilikan sisa tanah hasil eksekusi oleh Fong John Gunawan sesuai perintah atau penetapan Pengadilan Negeri Denpasar kepada pihak yang diduga tak memiliki atas hak bernama Taufik Hidayat alias Jola.
“Itu janggal di BPN. Semestinya sisa tanah habis eksekusi tersebut yang berhak termohon yakni Putu Widhiarsana, bukan Taufik Hidayat yang mengaku sebagai ahli waris, ” jelas Made Mahendra selaku juru bicara dari Putu Widhiarsana, Rabu (27/7/2022) di kantor Garda Media.
Tetapi pihak BPN Kota Denpasar yang dijelaskan mereka saat ini, bahwa tanah tersebut masih dalam perkara, dan belum bisa mengabulkan apa permintaan dari termohon eksekusi.
Baca juga:
Ini Keberhasilan Polri Ungkap Kasus Narkoba
|
“Karena sebagian yang dieksekusi masih ada sisa, maka sisa tersebut masih kepemilikan Putu Widhiarsana sebagai termohon. Inilah yang kita mohonkan ke BPN kota (Denpasar) bahkan sudah tiga kali kita mohonkan, ” ujar Mahendra.
Ia melanjutkan bercerita, bahwa dirinya kembali mendatangi kantor BPN Kota Denpasar untuk mengajukan surat permohonan secara formal. Tetapi sampai saat ini belum mendapatkan tanggapan yang jelas, namun Mahendra tetap akan mengirimkan kembali surat permohonan yang keempat kalinya dikarenakan sudah tidak ada sengketa.
“Kasus tersebut sudah tidak ada perkara lagi, dan kedatangan termohon saat itu hanya sebatas meminta informasi. Itupun hanya ke bagian pendaftaran terkait menanyakan prihal sebidang tanah yang masih ada sengketa, ” jelasnya.
Adapun tanggapan bagian informasi dan bidang yang menangani sengketa itu di BPN Kota Denpasar menjelaskan, pihaknya dikatakan ada keterlambatan mengajukan permohonan.
“Kami disuruh melakukan permohonan ulang terkait sisa tanah yang sudah dilakukan eksekusi, namun sebelum melakukan hal itu. Beberapa harinya mendengar ada pemohon lain masuk yang mengatasnamakan dirinya sebagai ahli waris dari sisa tanah eksekusi bernama Taufik Hidayat. Katanya sertifikat itu sudah diserahkan kepada ahli waris tersebut, ” ujar Mahendra penuh heran.
Sebagai termohon, Mahendra hanya minta kejelasan dari BPN Kota Denpasar. Siapa sesungguhnya yang berhak atas sisa tanah dari eksekusi tersebut. Karena sisa tanah dari eksekusi tersebut, pihak Taufik Hidayat tidak memilliki alas hak.
Mahendra menambahkan merujuk Putusan Perkara Mahkamah Agung (MA) RI di Jakarta No. 43 PK/Pdt./2009, menyatakan bahwa permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari pemohon Peninjauan Kembali Taufik Hidayat tersebut tidak dapat diterimaPerkara Perdata dan atau Pidana.
Sehubungan dengan tanah-tanah yang pernah berhubungan dengan Taufik Hidayat, saat ditetapkan Putusan ini, sudah dianggap berakhir, selesai dalam arti baik Perikatan Jual-Belinya maupun Perjanjian-perjanjian yang pernah dibuat sudah batal demi Hukum, dan khusus tanah di Batanghari, maka dengan Putusan tersebut, tanah seluas 21.15 m2 di Batanghari, kembali menjadi Hak I Putu Widhiarsana W.
“Bahkan tahun 2009 ada surat pernyataan resmi dari BPN Pusat yang menyatakan bahwa Taufik Hidayat atau Jola tidak berhak pada tanah tersebut. Malahan kok ngaku-ngaku sebagai ahli waris. Ada apa dengan BPN kota, kok bisa dengan mudahnya menyetujui hal tersebut tanpa mengetahui jelas kronologis permasalahannya. Yang jelas kami tetap meminta tanah sisa eksekusi tersebut, ” tutup Mahendra. (Tim)