DENPASAR - Polemik penutupan akses Pura Dalem Bingin Nambe yang telah bergulir lama sepertinya dikhawatirkan dapat mematik isu ras yang lebih besar lagi. Permasalahan yang dijembatani oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Denpasar.
Berita sebelumnya (klik untuk link)
Keluarga Penutup Akses Pura...
Kasus Tutup Akses Pura PHDI Harap...
Melalui ketuanya I Made Arka, S.Pd, M.Pd., bahwa ada kesepakatan dengan pemilik tanah yang ingin menyerahkan tanahnya agar ada jalan buat pemedek untuk tangkil ke Pura Dalem Bingin Nambe.
"Kita sudah memberikan beberapa cara untuk memediasikan hal ini, pemilik tanah memberikan tanah 2 meter dan membuat pernyataan. Kita serahkan itu kembali dengan para pengempon Pura untuk menindaklanjuti"
"Kami juga turun ke lapangan kembali karena ada pihak dari pengempon untuk lebih meminta kembali tanah tersebut, "terang Arka, Rabu (14/09/2022), di Pura Dalem Bingin Nambe.
Ia juga mengatakan bahwa keinginannya adalah menyelesaikan kasus ini jangan sampai menimbulkan polemik baru lagi.
"Kita di PHDI memiliki keinginan menyelesaikan sesuai dengan semboyan kita “moksartham jagadhita ya ca iti dharma” (keharmonisan semua mahluk), agar tidak adalagi permasalahan baru. Kita akan mediasi lagi karena permintaan dari Pengempon berbeda"
Ketut Putra Ismaya Jaya (Jro Bima) ditemui diakhir pertemuannya mengabarkan bahwa keinginannya untuk terus menyuarakan secara tegas.
"Ini mencederai harga diri orang Hindu Bali, kok bisa di depan jalan masuk pura ditutup dan dibuatkan kamar kos-kosan, seolah olah tidak ada yang punya nyali untuk harga diri orang Hindu bali ditanah sendiri"
Ia juga bercerita bahwa ini adalah bagian dari leluhur dirinya yang dari Singaraja, hasil rangkuman dari PHDI bahwa bentuk jalannya bentuknya L jadi dirinya menegaskan bahwa itu tentu tidak sesuai harapan dari dirinya dan para keluarga serta pengempon Pura Dalem Bingin Nambe.
"Kalo pintu (jalan) belak belok gini kan bukan jalan utama, tidak sesuai dengan kosala kosali jalan dari Ida Bhatara. Saya sangat kecewa sekali sebagai umat Hindu Bali yang mereka seharusnya ikut menjadi pengempon di Pura ini karena ia mendapatkan waris pelaba Pura"
Ia menekankan juga rasa keimanannya dan rasa ke Tuhanannya tidak ada bagi dirinya. Ia juga menekankan bahwa akan menyerahkan kepada PHDI, bila PHDI tidak dirasa mampu dirinya akan bergerak dengan gerakan hukum dan penggalangan massa unat Hindu.
"Saya mungkin akan melakukan langkah hukum bila ini berlarut-larut atau mungkin akan menggerakan massa umat Hindu yang peduli terhadap permasalahan ini. Apakah akan diminta urunan Rp.50.000, - bila ingin dibeli tempat ini. Atau kah demo besar-besaran itu bisa saja, kita tetap akan buktikan kenerja PHDI dalam memperjuangkan tanah ini, "ungkapnya, sambil menyebutkan harusnya tanah itu diwakafkan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Made Mariata (Kadek Garda) selaku pengempon juga mengatakan bahwa PHDI harusnya melihat perolehan awal tanah ini. Lokasi Pura ini ada sebelum NKRI ini ada, jadi secara aturan hukum adat dan budaya Bali, tanah ini adalah tanah dari pelaba Pura.
"PHDI seharusnya mengambil langkah-langkah hukum dan bidang hukumnya harus mampu mengorek-ngorek isi dari perjalanan sejarah tanah ini"
"Kita sebagai umat Hindu harusnya mampu menjaga harga diri kita, jangan nanti besok-besok ada mall besar depan Pura kita, ini masalah bersama, "terangnya tegas.
Ia juga sepertinya protes bahwa jalan kelak-kelok yang diberikan oleh pemilik tanah itu tidak sesuai dengan keinginan dan aturan dari kosala kosali Bali bangunan sebuah Pura.
"PHDI jangan kebalik-balik menyikapi hal ini, tanah itu awalnya adalah pelaba Pura, entah bagaimana pat gulipatnya kita tidak paham bisa sampai di tangan mereka. Ini persoalan serius, kita jmat Bali yang punia ke mereka atau mereka yang dianggap mepunia atau menyerahkan kepada kita, ini pemikiran yang keliru, "pungkasnya. (Ray)